awan sirus yang tipis lembut membaur di langit biru disiang bolong. Angin timur yang
yeng bertiup kencang seakan mebentuk guratan-guratan tipis yang melingkar
parabol mengikuti arah angin. Butiran uap air itu kini telah jenuh di
ketinggian. Hadir dari tanah permukaan, dari daun-daun hijau serabutan, datang
dari hilir yang syahdu dan juga hulu yang teduh. Butian uap itu kini telah
memadu, dan bergerak bersama dalam keteraturan.
Dalam sebuah tatanan alam yang telah digariskan oleh sang Maha.
Awan sirus yang tipis memberi rona yang berbeda di langit
luas. Langit yang berwarna biru kini memiliki corak garis tipis mengurat dari
sisi timur dan mulai membarat. Awan sirus memberi keteduhan tanpa menghasikan
hujan sekaligus membawa tenang saat terik semangat menyapa bumi.
Butiran uap air tidak pernah mempertanyakan mengapa ia harus
selalu berpindah seakan tak memiliki rumah. Mereka bahkan tak tahu lahir dari
mana. Apakah dari tanah permukaan? Atau merupakan bagian dari nirwana?. Mereka selalu
berpindah secara stimulus. Mereka tidak pernah bisa memilih dimana mereka akan
jatuh dan dimana mereka akan menyapa langit. mereka tidak pernah memiliki pilihan. Mereka
menerima keputusan sang Maha terkait kapan, dimana dan seperti apa.
Ketika di terbang disulap panas matahari, mereka tak pernah
bisa memilih apa yang mereka saksikan di dunia permukaan. Mereka bisa saja
memandang ceria, namun tak jarang juga mereka memandang pilu. Ketika telah
jenuh, mereka akan ditarik turun oleh gravitasi sebagai hujan. terkadang mereka
turun sebagai rahmat tak jarang justru sebagai “yang tak diharapkan”.
(ini gurat awan di gunung sumbing, jawa tengah -salah satu pendakian paling menguras mental)
(gurat awan di gunung merbabu, jawa tengah -salah satu pendakian paling indah)
(gurat awan sirus dari puncak gunung selamet, jawa tengah, pendakian paling menakjubkan)
Komentar
Posting Komentar