Pagi ini, hujan turun malu malu. Menyapa tanah dengan lembut
serupa harapan. Menghadirkan nyaman bagi para bapak yang lelah memeras keringat
untuk mengahadiahi setumpuk kebahagian bagi anak –anak mereka. Menyinpan dengan rapat
perkara lelah, malu dan rasa mau-mati-saja rapat-rapat agar dengan mantap mampu menghadirkna senyum
yang paling manis untuk anaknya. Untuk istrinya, meski tergadang secangir the panas
absen saat sang bapak pulang kerumah.
Sore itu, waktu
menunjukan pukul 4 sore. matahari muncul
perlahan mengapus mendung dan
menutup gerimis dengan perlahan . Cahaya
putih muncul malu-malu serupa lampu minyak
yang dibawa petani untuk untuk mencari air irigasasi dipagi hari.
Langit masih berawan meski hangat mulai masuk perlahan.
Dibawah kanopi rumah sederhana itu , sang bapak mengajak sang anak bermain puzzle . hadiah yang dikumpulkan dengan
sabar dari ratusan kotak susu sapi yang dengan susah payah dibelikan sang bapak
seppulang kantor untuk memastikan anaknya mendapat gizi yang baik. Yang cukup –begitulah
kata orang.
Sang anak Nampak begitu bahagia menghambur-hamburkan puzzle
ke udara dan disaat yang sama sang ibu dengan susah-payah mengumpulan
puzzle-Puzzle itu lagi dan disandingkan lagi dihadapan sang anak. Dan begitu
seterusnya, dan begitu teruss berulang-ulang hingga senja datang. Namun senyum
dan tawa bahagia tidak pernah mangkir dari wajah sang bapak dan sang ibu.
Mereka bahagia meski hanya dengan perkara sederhana dan remeh temeh seperti itu.
Begitulah mereka..
Waktu kecil, aku ingat benar bagaimana nilai nilai
keserhanaan itu ditanamkan. Bagaimana
bapak dan ibu dalam diam sebenarnya mengajarkan nilai nilai hidup dalam setiap
hari-hari yang kulalui, mulai dari tanganku masih megang balon dengan mulut
yang masih kotor oleh sisa sisa coklat yang kumakan secara smebrono hingga kini
saat usiaku sudah 23 tahun dan telah
hidup mandiri 2000 kilometer. Betapa mereka mengajarkan bahwa bahagia itu bukan
perkara rupiah, betapa ibadah dan komunikasi ada diatas segalanya… betapa teh
manis panas dan ubi goreng dipagi hari sudah cukup untuk kita bisa berbincang
secara jujur dan apa adanya.
Betapa nilai-nilai hadir
seperti nafas, setiap waktu.. memenuhi ruang serupa udara.. dan seperti
hujan..menghadirkan rindu sewaktu waktu.
Pak-bu, maafkan aku yang seringkali lupa menanyakan kabar..
Maafkan anakmu yang seringkali lupa apa yang semestinya
dikejar dalam hidup…
Maafkan anakmu yang terkadang terlalu congkak untuk
menaklukan dunia.. hingga lupa untuk apa kita didunia diciptakan..
Maafkan segala khilaf ini..
Bapak-ibu jangan lupa untuk istirahat. Terimakasih telah
mengajarkanku semua nilai nilai itu. Terimakasih telah mengajarkanku
alif-ba-ta-tsa itu.. semoga dengan itu
aku bisa terus menghadirkan seikat doa setiap pagi dan ketika aku menutup hari.
Tentang foto: sehari selepas wisuda, bapak-ibu mngantarkan saya ke bandara adi sucipto yogyakarta untuk pergi merantau, 2000 Kilo jauhnya. abaikan mas mas yang ada dibelakang. seyogyanya dia hanya tokoh hiburan-bisa diabaikan :)
Komentar
Posting Komentar