minggu 26 feb 2017
Waktu menunjukan pukul 3:50 dini hari, saya masih mengetik didepan leptop saya sambil bermalas malasan diatas kasur. mengambil dua lembar bantal untuk menyangga dagu sembari melanjutkan membaca dan membalas email yang belum terbaca ketika berada dikantor. ya sejak awal saya sebenernya tidak terlalu percaaya bahwa ada pekerjaan yang kerjanya "cuma" membaca dan membalas email. dan sekarang saya menyadarinya meamng ada pekerjan seperti itu. dan setiap hari saya menjalani pekerjaan itu. berulang-ulang.
anyway, telewat dari jenis dan bagaimana tugas serta pekerjaan kita diselsesaikan sebeenarnya ada beberapa hal yang menganjal dalam pikiran saya. pertanyaan yang sebeneanya fundamental namun ya... ternyata tidak semua orang memahaminya(termasuk saya- masih mencari) . adalah soal alasan untuk apa kita bekerja. banyak ragam jenis motivasi orang mengapa mereka bekreja. muilai dari hal-hal yang berbau ambisius dan berorientasi pada duniawi seperti ingin kaya dan ingin berkuasa nisalnya. hingga alasan yang lebih humanis dan lebih bersifat spiritual seperti menghidupi keluarga atau hal hal mulia lainya.
menurut saya sendiri kerja adalah manifestasi yang paling nyata dari pemenuhan salah satu kebutuhan dasar umat manusia saat ini :eksistensi. dengan bekerja manusia merasa dia akan menjadi "berarti" dalam komunitas dan memberi ruang-dan-makan yang cukup bagi ambisi yang ada dalam diri mereka.
menurut hemat saya, ambisi meriupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. ambisi serupa pisau bermata dua. disatu sisi dia adalah bahan bakar untuk mendorong kita terus berkembang namun disisi yang lain ambisi adalah mata posau paling taja, untuk menikam kita masuk kedalam lubang keserakahan.
menurut hemat saya, ambisi meriupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. ambisi serupa pisau bermata dua. disatu sisi dia adalah bahan bakar untuk mendorong kita terus berkembang namun disisi yang lain ambisi adalah mata posau paling taja, untuk menikam kita masuk kedalam lubang keserakahan.
apa yang harus dilakukan kemudian ? pertanyan yang sulit untuk dijawab. kenapa? karena menurut saya ambisi harus disikapi secara bijak dan penuh kompromi. karnea tidak bisa diukur maka kita tidak dapat menjadikanya standard atau menjadi ukuran baku seperti halnya tetapan/postuulate.
kenapa kita harus menyikapinya secara bijak ? ambisi bagi saya serupa dengan bara api. memegangnya terlalu lama akan amembakarmu, namun disisi yang lain dia adalah "bahan bakar" agar kita tetap berjalan. ketika kita memaksakan diri untuk "memegang bara api" maka cepat atau lambat kita akan terbakar. hangus-tidak berarti. (maka tujuan kita terkait eksistensi tidak akan dapat kita kejar lagi). menuruti ambisi terus menerus menjadikan kita pribandai yang serakah dan selalu melupakan syukur.maka sesekali bara pai itu perlu kita letakan sementara. sembari beristirahatdan mengambil napas panjang dan mengucapkan syukur dalam-dalam. saya percaya bahwa rasya syukur dan sikap untuk tidak menggeluha dalah obat yang paling kuat agar kita dapat bertahan.
kenapa harus penih kompromi? bagi saya karena ambisi bukanlah hal yang dapat kita ukur kadarnya secara pasti dalam kehiupan ssehari hari, maka kita harus punya kemampuan untuk berkompromi pada ambisi.ada hal yang harus dipahami dengan sangat baik bagi setiap individu (setidaknya bagi saya) adalah bhwa setiap setiap nassib manusa itu sebenarnya dipengaruhi oleh dua hal mendasar: pertama adalah garis tangan dan yang kedua adalah campur tangan. garis tangan menjadi kehendak dan campurtangan Sang Maha . sedangkan campurtangan menrupakan manifestasi dari ikhtiar kita , doa kita dan doa dari orang orang disekitar kita.
dalam memaknai ambisa kruang lebihnya saya sepakat dengan salah satu maestro sastra indonesia, Sapardi Djoko Darmono bahwa Nasib memang diserahkan kepada manusia untuk digarap, tetapi takdir harus ditandatangani di atas materai dan tidak boleh digugat kalau nanti terjadi apa-apa, baik atau buruk. Kata yang ada di Langit sana, kalau baik ya alhamdulillah, kalau buruk ya disyukuri saja.
salam positive
generasi (selesai) sambat
Tetang gambar : Pemandangan didepan rumah keluarga angkat saya di Nusa Tenggara Timur. dirumah keluraga Bp Umralanusu Ini saya sardar bahwa ada begitu banyak kata sykkur yang kita lewatkan setiap harinya. ada ambisi yang mengambil terlalu banyak ruang dalam hidup.
Komentar
Posting Komentar