Langsung ke konten utama

Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian


Matahari sudah naik diubun-ubun, tanpa gerutu dan tanpa siasat membuat kepala pening dan mata sedikit kabur. hari ini saya niatkan  untuk rehat dari setumpuk kerja dan  memulai untuk menulis kembali setelah kurang lebih 1.5 tahun berhenti memainkan jari saya diatas keyboard untuk berbagi sekelumit cerita, buah pemikiran atau sekedar melakukan refleksi dan kontemplasi diri. ya.. tidak bisa saya pungkiri bahwa saya rindu menulis, tentu dengan segala keterbatasan kosa-kata, wawasan kesusatraan serta kemahiran saya mengetik (sungguh point terakhir menjadi salah satu poin yang paling ramai mendapat sorotan khalayak luas). Namun dibalik seluruh keterbatasan tersebut saya masih, tetap dan terlalu mencintai dunia ini, dunia membaca dan menulis.



(Romantisme kopi, buku dan cuaca mendung)

Belenggu 

Menjadi seorang engineer yang nyasar secara sadar, penuh dan utuh membelot mencintai dunia memoar & sastra mungkin bukanlah hal yang lumrah saat ini. kondisi memaksa masyarakat menjadi lebih oportunis untuk membangun citra personal dan network mereka masing-masing, orang orang berlomba lomba membekali diri dengan berbagai atribut yang dianggap sebagai success value. sedangkan imbasnya bagi saya sederhana: saya kehilangan kawan berdiskusi untuk hal hal yang saya senangi.

dalam kasus saya lingkungan yang ada (mulai dari saya kuliah hingga kerja) turut mempengaruhi tidak hanya prilaku saya sebagai manusia, namun juga kerangka berpikir saya kini lambat laun mulai berubah menjadi seragam. saya menjadi pribadi yang terkurung kerja dan berinteraksi dengan cara yang tidak terlalu saya gemari seperti hang-out (terutama ketika harus menghabiskan  berjam jam membahas gosip , brand , gadget, atau hal hal remeh temeh lainya). Saya merasa tidak menjadi "saya" namun  menjadi "saya" orang yang ingin lihat dan berinteraksi. saya merasa terbelenggu dan saya tidak suka hal tersebut terjadi dan menjajah diri saya.

Perjumpaan 

tidak dapat dipungkiri pada mulanya saya memang sudah hobi membaca novel sejak SMP ( pada saat itu bukanlah hal yang wajar karena kebanyakan teman lelaki sebaya lebih memilih olahraga & band yang dianggap keren, seru, dan populer dikalangan kembang sekolah), Kemudian saya mulai menggemari karya karya Andrea Hirata saat saya menginjak bangku SMA dan mulai membaca buku buku dari banyak penulis populer saat itu seperti dewi "dee" lestari, aditya mulya, donny dirgantoro, Agustinus Wibowo dan banyak lainya.

adalah seorang Soe Hok Gie  yang menjadikan saya benar benar jatuh cinta pada dunia membaca dan menuntun saya untuk mulai menulis, memoar kehidupan Gie yang dipenuhi gagasan kritis, berani dan penuh pelawanan  benar-benar membukakan mata saya bahwa melalui tulisan seseorang dapat  menjadi pribadi yang  (setidaknya bagi saya)  memiliki dimensi yang tidak terbatas, tidak hanya indah, kritis namun juga dapat  menjadi alat yang sangat ampuh untuk membuat tidur para penguasa lebih gusar daripada di todong beceng sekalipun.

untuk alasan diatas  saya menganggap membaca dan menulis merupakan hal yang membahagiakan bagi saya. kesimpulan tersebut saya tarik karena saya selama proses membaca dan menulis saya merasa alam bawah sadar saya dimanjakan oleh "banjir imajinasi" . pada saat itulah setidaknya saya menemukan tempat yang paling merdeka didalam hidup saya.

saya pikir "merdekakan diri"  melaui tulisan adalah cara yang paling mudah dan  sederhana untuk mengingat hakekat kita sebagai manusia merdeka. setidaknya tulisan tersebut kelak akan mengingatkan kita bahwa ada suatu waktu dimana kita menjadi manusia yang pernah cukup waras dan  cukup idealis dalam menghadapi permasalah, mengambil keputusan dan menarik kesimpulan melalui kacamata manusia merdeka. Menulislah karena menulis adalah bekerja untuk keabadian.



“Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka” 

― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


Salam aksara, dan salam literasi
terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

somos libres siempre solamente por tu vas!

Sei mangkei ranger - Jilid 1  hari ini, ditempat yang sama, saat kita memulai segalanya.. sabagian dari kita kini telah "selesai" melewatinya.. sebagian dari mereka telah berpamitan. melesat menuju takdir masing masing untuk mencoba meraih pengharapan ditempat yang lain.. bagi sebagian dari kita.. mungkin ini adalah titik penghabisan. bagi sebagian lainya mungkin kita masih memiliki alasan untuk bertahan.. dari titik yang sama saya  akan-selalu-tetap-akan mendoakan.. bahwa dengan segala pilihan yang kita ambil maka kita  akan menemukan jawaban.. bagi mereka yang masih bertahan.. semoga kita dikuatkan.. karena hal terpenting untuk teteap bertahan adalah dengan menemukan alasan.. bagi mereka yang masih berjuang maka teteaplah melihat kedepan. mengingat tujuan akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat. dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh setiap harinya.. ya.. hidup ribuan kilometer jauh dari "rumah" bukanlah hal yang mudah. kita tau...

Cerita Awan Biru

awan sirus yang tipis lembut membaur di  langit biru disiang bolong. Angin timur yang yeng bertiup kencang seakan mebentuk guratan-guratan tipis yang melingkar parabol mengikuti arah angin. Butiran uap air itu kini telah jenuh di ketinggian. Hadir dari tanah permukaan, dari daun-daun hijau serabutan, datang dari hilir yang syahdu dan juga hulu yang teduh. Butian uap itu kini telah memadu, dan bergerak bersama dalam keteraturan.  Dalam sebuah tatanan alam yang telah digariskan oleh sang Maha. Awan sirus yang tipis memberi rona yang berbeda di langit luas. Langit yang berwarna biru kini memiliki corak garis tipis mengurat dari sisi timur dan mulai membarat. Awan sirus memberi keteduhan tanpa menghasikan hujan sekaligus membawa tenang saat terik semangat menyapa bumi.   Butiran uap air tidak pernah mempertanyakan mengapa ia harus selalu berpindah seakan tak memiliki rumah. Mereka bahkan tak tahu lahir dari mana. Apakah dari tanah permukaan? Atau merupakan bagian dari ...

Numpak montor sinambi sawan tangis utowo mikul dhawet sinambi rengeng-rengeng

Berlari, maju dan melesat - begitulah kiranya setiap manusia kini berhasrat untuk saling mendahului. Siapa yang lebih cepat bekerja, siapa yang lebih giat berpacu , siapa yang lebih cekatan menangkap peluang maka dialah yang akan maju menjadi pemenang.  Disadari atau tidak dalam setiap dari diri manusia , selalu ada singa bernama ambisi yang rasanya selalu ingin dipuaskan dan  diberi makan. serupa bara api, ambisi haruslah selalu ada dalam diri manusia bukan hanya agar selalu hangat-terang-menyala hidupnya  namun juga agar tidak pandir tingkah lakunya.  ambisi harus ditakar secara jeli agar hidup kita sebagai manusia menjadi seimbang. tidaklah menjadi pribadi yang mabuk akan ambisi dan  berkacamata kuda, atau juga bukan menjadi pribadi yang nerimo in pangdum  saja dimana seakan-akan nasib adalah hadiah Tuhan yang turun begitu saja dari langit.  Hiduplah dengan api-unggun-bernama-ambisi didalam dirimu, dimana di sekelilinya telah terdapat...