Hari ini pukul 7 pagi riza ,teman sekaligus tetangga
ontrakan saya mngajak saya pergi ke Jakarta. Kami hari ini berencana menjadi “turis”
. menjelajah Kawasan senen – gambir hanya untuk sekedar menenteng kamera ,
bejalan tanpa tujuan dan memotret apa yang saja yang kami temui dipinggir
jalan. Cuaca cukup mendung dengan jalanan sedikit basah sisa hujan semalam kami
tempuh dengan perasaan setengah mengantuk.
Selama perjalann kami ngobrol ngalor ngidul sekenanya sekedar
melepas rasa kantuk . hingga kami menemukan salah satu topik yang cukup menarik
yaitu tentang bagaimana sikap kami dalam
meresponse “pergunjingan” dan “huru-hara” sudut pandang orang lain terhadap kita.
Setidaknya ada dua hal yang menurut kami membuat hidup
menjadi tidak Bahagia. Dan pada umumnya kita kan lebih bisa menghargai anugerah
dalam hidup sejalan bertambanhya usia
dan tingkat kedewasaan kita.
Yang pertama adalah salah dalam memposisikan diri di anatara
ekspektasi orang lain dan realita:
Salah satu hal yang membuat kita mudah merasa “tidak Bahagia”
adalah akibat kita salah menempatkan
diri kita diantara ekspektasi dan realita yang ada. Banyak orang
menjadi tidak Bahagia dalam menjalani hidup karena menempatkan diri mereka
terlalu dekat dengan kuadran ekspektasi namun ralita yang diterima menunjukan
hasil yang sebaliknya . lebih ironisnya lagi seringkali ekspektasi yang ada
malah bukan untuk kepuasn pribadi . namun justru hanya untuk memuaskan hasrat orang
orang orang disekitar kita dalam memandang & mevaluasi diri kita.
Tanpa sadar banyak orang tenggelam dalam perlombaan untuk
pemenuhan Hasrat untuk “dinilai baik “ oleh orang orang disekitar mereka. Orang
orang yang boleh jadi sebenarnya tidak berpengaruh dalam kehidupan kita. Orang orang
yang boleh jadi cibiran-ataupun-pujianya tidak berpengaruh sama sekali dengan
diri kita. Hingga pada akhirnya kita sendiri lupa. Sebenarnya sebagai seorang
insan apa yang sebenarnya kita di-ekspektasikan
terhadap diri kita. Pada akhirnya mereka hanyalah penonton dalam kehidupan kita.
Mereka tidak membayar tiket atupun menyediakan panggung. Mereka hanya penonton.
Buka juri . jadi jangan terlalu dipikirkan apalagi dipusingkan. Mendekatkan diri
pada realita berusaha sebaik mungkin tanpa telalu peduli terhadap ekspektasi
orang orang orang yang tidak berpengaruh dalam hidup kita .
Yang kedua adalah terlalu jauh dari rasa syukur dan
terlalu menyalahkan realita.
Pernah merasa bahawa diri kita adalah orang paling sial di
dunia ? kita seringkali menyalahkan kondisi, dan realita yang ada dalam diri kita
seakan akan semesta tidak pernah ingin melihat diri kita Bahagia. Memandang bahwa
semua hal didunia kita kacau balau dan kita tidak bisa berbuat apa apa untuk merubahnya .
Jika begitu mungkin memang sudah saatnya kita untuk diam
sejenak dan merenung, turun kebawah sembari memandangi wajah orang orang
dikeramaian. Turunlah kepasar, ke stasiun atau pusat keramainan lainya. Bayangkan
problematika apa yang yang ada di kepala orang orang tersebut. Mungkin beberapa
dari mereka masih menahan lapar karena tidak mampu membeli makanan.. mungkin beberapa
dari mereka kini sedang berdelik dan bersembunyi dari para penagih utang. Atau mungkin
ada dari mereka yang kini sedang menahan tangis karena tidak mampu membayar
uang sekolah anak merka. Ingatlah bahwa masalah ada dimana mana. Ada disetiap
kepala manusai yang kita temui. Ingatlaah bahwa setip manusia tenggelam dalam
ruwet permasalahan hidupnya masing masing. Kita tidak sendirian. Maka dari syukuri
apa yang kita punya, kemudian berusahalah kembali. Jangan bertindak bodoh. Lakukan
apa yang perlu dikerjakan. Bersyukur dan bersenang senanglah
“masa bodoh bodoh bukan berarti acuh tak acuh; masa bodoh berarti
nyaman saat menajdi berbeda “
Komentar
Posting Komentar